Lahan yang sejak 2011 dikelola bersama Koperasi Produsen Pengembangan Universitas Sumatera Utara (KPP USU) dan PT Asian Agri Lestari melalui perusahaan joint venture PT Usaha Sawit Unggul itu, belakangan dikaitkan dengan dugaan korupsi serta penggelapan aset yang melibatkan pejabat USU, termasuk dalam pengajuan kredit Rp 228 miliar ke Bank BNI.
Menanggapi isu tersebut, Wakil Rektor V USU, Prof Luhut Sihombing, menegaskan tudingan itu sangat keliru. Ia menekankan, USU justru sedang berupaya mengakuisisi lahan tersebut agar tercatat resmi sebagai aset universitas.
“Ini salah satu program kerja Rektor Prof Muryanto Amin sejak mencalonkan diri, yaitu bagaimana lahan perkebunan sawit kembali menjadi aset universitas. Kami bahkan sudah menjalin koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara terkait aspek hukum yang harus dipenuhi,” kata Luhut, Jumat (12/9/2025).
Sejarah Lahan Sawit dan Peran KPP USU
Luhut menjelaskan, lahan tersebut berasal dari kebijakan pemerintah tahun 1998 melalui program Land Grant College yang bertujuan mendukung fasilitas akademik sekaligus sebagai sumber pendanaan tambahan bagi universitas.
Untuk memenuhi persyaratan, USU saat itu membentuk KPP USU berbadan hukum koperasi, dengan ketua Prof Dr Chairuddin P. Lubis (Rektor USU saat itu) dan anggota 34 dosen serta pegawai USU. Pada 2011, KPP USU menggandeng PT Asian Agri Lestari dalam pengelolaan perkebunan, dengan komposisi saham 15 persen KPP USU dan 85 persen Asian Agri, melalui PT Usaha Sawit Unggul.
Namun perjalanan lahan tersebut tidak mulus. Tahun 2012 muncul konflik antara KPP USU dan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal terkait izin prinsip yang habis masa berlakunya, ditambah perselisihan internal KPP dengan USU. Saat itu, Rektor Prof Syahril Pasaribu bahkan menegaskan bahwa USU dan KPP USU merupakan dua subjek hukum berbeda, sehingga universitas tidak ikut campur.
Soal Kredit Rp 228 Miliar
Luhut menegaskan, status badan hukum koperasi membuat KPP USU dapat mengajukan kredit secara mandiri. Karena itu, pengajuan kredit Rp 228 miliar ke Bank BNI pada 2023 sepenuhnya urusan KPP USU.
“USU tidak ada kaitannya dengan kredit tersebut. Itu murni urusan pengurus KPP USU dengan mengagunkan 5 sertifikat HGU milik mereka. Jadi sangat keliru kalau isu ini digiring seolah-olah pejabat USU ikut cawe-cawe,”ujarnya.
Menurut Luhut, yang dilakukan USU sekarang adalah upaya pendekatan kekeluargaan dengan pengurus KPP USU agar lahan kembali menjadi aset resmi universitas. Hanya saja, proses ini terkendala komposisi saham karena mayoritas dimiliki PT Asian Agri.
Tegas Tepis Isu Miring
Belakangan, muncul tudingan bahwa pejabat USU sengaja membiarkan masalah kredit tersebut karena sudah menerima setoran. Luhut dengan tegas membantahnya.
“Saya tegaskan, bukan. Kami memang tidak mencampuri urusan kredit karena itu kewenangan KPP USU. Fokus kami adalah bagaimana lahan sawit itu tercatat dalam neraca aset universitas, dan pengurus KPP USU sudah menyambut baik usulan itu,” tegasnya.
Luhut berharap klarifikasi ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait duduk perkara sebenarnya, sehingga isu korupsi yang diarahkan ke pimpinan USU tidak lagi berkembang.
“Kita tidak tahu apakah motivasi pihak yang menggiring isu ini berkaitan dengan agenda pemilihan rektor atau hal lain. Yang jelas, inilah fakta sejarah dan legalitas formalnya.
Masyarakat
berhak tahu agar tidak termakan opini yang menyesatkan,”pungkasnya (Syafi'i/Red)
-